UTMOST GOOD FAITH – Prinsip Itikad Baik
Prinsip itikad baik adalah dasar penting dalam industri asuransi, bukan hanya untuk calon nasabah, tetapi juga tenaga pemasar dan perusahaan asuransi.
Iwanto Saputro
Actuarial Expert

UTMOST GOOD FAITH – Prinsip Itikad Baik Oleh : Iwanto Saputro
Kata-kata “Utmost Good Faith” sudah tidak asing lagi di telinga kita apalagi yang bekerja di Industri Asuransi. Sejak tahun 1995, ketika pertama kali bekerja di bidang asuransi, dalam setiap pertemuan training yang diadakan, entah saya sedang mendapatkan training atau memberikan training, selalu diingatkan dan mengingatkan kata-kata ini. “Utmost Good Faith” dalam Bahasa Indonesia, “Prinsip Itikad Baik”, bisa diartikan untuk selalu jujur dalam melakukan sesuatu dan memberikan informasi atau data, khususnya pada saat pengisian Surat Pengajuan Asuansi Jiwa atau SPAJ. Hal ini sangat penting sehingga pihak Perusahaan Asuransi sebagai Penanggung dapat menilai proposal pengajuan dengan benar tanpa ragu-ragu dan menerbitkan polis segera, sehingga pada akhirnya tujuan berasuransi bisa dirasakan oleh Nasabah dan keluarganya.
Menurut saya, Prinsip Itikad Baik ini harusnya dilakukan bukan hanya di Industri Asuransi namun semua bidang pekerjaan atau bahkan dalam kehidupan kita sehari-hari sehingga apapun yang menjadi tujuan melakukan kegiatan yang diinginkan tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain. Awalnya saya selalu berpikiran bahwa Prinsip ini hanya diperuntukkan untuk Calon Nasabah agar semua tujuan berasuransi dapat tercapai dan saat pengajuan klaim manfaat akan terbayar sesuai rencana, namun dengan berjalannya waktu dan perkembangan industri asuransi saat ini baik produk dan peraturan-peraturan yang ada serta lainnya, harusnya “Utmost Good Faith” ini tidak lagi hanya diperuntukan Calon Nasabah tetapi juga wajib dilakukan Tenaga Pemasar bahkan Perusahaan Asuransi sehingga semua pihak tidak merasa dirugikan.
Untuk Calon Nasabah sudah jelas karena harus memberikan semua data keadaannya termasuk data kesehatan sampai sekecil-kecilnya dan sebenar-benarnya. Semua itu diperlukan agar tidak ada permasalahan atau kecurigaan yang timbul saat melakukan pengajuan klaim di kemudian hari. Saat bekerja di salah satu Perusahaan Joint Venture saya pernah membuat cara mudah yang bisa dilakukan oleh Tenaga Pemasar dan Calon Nasabah untuk mendapatkan atau memberikan data serta informasi secara detil, yaitu pedoman “5W1H. Apa itu “5W1H”? 5W dari kata What, When, Which, Who, Where dan How. Berdasarkan “5W1H” maka setiap Calon Nasabah dimungkinkan dapat mengingat apa yang pernah terjadi pada dirinya dan memberikan informasi atau data keadaan kesehatan sedetil-detilnya sebelum menandatangani SPAJ, misalnya:
1. **What dan Which** – pernah menderita penyakit apa atau bagian yang mana dari tubuhnya yang pernah sakit; apa keluhan yang dirasakan; obat apa yang diminum dan sebagainya. 2. **When** – kapan hal-hal di atas terjadi. Kalau tidak ingat paling tidak tahun kejadian. Jangan takut memberikan informasi yang benar karena ini memberikan ketenangan saat kamu melakukan pengajuan klaim. 3. **Who** – siapa dokter yang merawat atau memberikan diagnose dan obat apa yang diberikan. Kalau memang tidak tahu atau lupa nama dokter, tulis *lupa nama dokter* dan obat yang diberikan sehingga underwriter Perusahaan Asuransi tidak perlu susah-susah lagi untuk mempertanyakan atau menggali informasi tambahan. Kalau memang diperlukan maka Penanggung minta Calon Nasabah cek kesehatan tambahan atas biaya Perusahaan. 4. **Where** – dimana dirawat kalau memang harus beristirahat di rumah sakit dan berapa lama. 5. **How** – bagaimana keadaan saat ini, apakah masih di bawah pengawasan atau perawatan, apakah masih mengkonsumsi obat atau tidak, dan lain sebagainya.
Keterangan yang diberikan oleh Calon Nasabah ini sangat berarti dan penting agar Penanggung atau Perusahaan Asuransi dapat segera membuat keputusan dengan cepat dan benar apakah pengajuan bisa diterima atau tidak. Untuk Calon Nasabah juga tidak perlu khawatir lagi pada saat pengajuan klaim di kemudian hari karena tidak ada data keadaan yang dirahasiakan atau disembunyikan.
Dengan perkembangan Industri Asuransi saat ini, bukan hanya Calon Nasabah yang perlu memiliki dan melakukan Prinsip “Utmost Good Faith” ini namun Tenaga Pemasar pun juga perlu memegang prinsip ini dalam melakukan prospek dan atau membantu pengisian data Calon Nasabah di SPAJ. Bahkan sama pentingnya dengan Calon Nasabah, apalagi dengan era keterbukaan seperti saat ini sehingga Calon Nasabah bisa mengetahui berbagai informasi mengenai produk serta Perusahaan Asuransi dengan sangat mudah. Tenaga Pemasar wajib memberikan presentasi dan keterangan tentang produk dengan benar dan mudah dimengerti oleh Calon Nasabah. Kenapa? Karena pengalaman membuktikan masih ada Tenaga Pemasar yang memberi keterangan menyesatkan, misalnya premi hanya dibayarkan selama KPR dan bisa kembali jika polis dihentikan. Hal ini jelas menurunkan kepercayaan.
Yang terakhir, Perusahaan Asuransi juga harus memegang erat Prinsip Itikad Baik ini dengan memberikan transparansi mengenai semua informasi produk yang dijual, proses penilaian proposal, pengajuan klaim, dan lain-lainnya melalui aplikasi, website, email, WhatsApp, SMS, atau bahkan tatap muka secara regular. Semua ini akan mengurangi risiko nasabah merasa kecewa atau tertipu hanya karena informasi kurang jelas.
Dengan semua pihak memegang Prinsip Itikad Baik, maka nasabah dapat lebih mengerti apa yang dibeli dan menyadari pentingnya mempertahankan polis sampai manfaatnya terpenuhi. Jangan takut jujur saat membeli polis agar benar-benar memiliki “peace of mind” dalam hidupmu sesuai tagline perusahaan asuransi.
Key Takeaways
Understanding these concepts is crucial for modern actuarial practice and helps drive better business decisions in the insurance industry.